Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2NhtFsA2f

Sabtu, 16 Maret 2013

Malaikat itu Bernama " IBU "


Perempuan yang Berhati Malaikat itu Bernama Ibu

Dulu.
Aku pernah mendengar suatu kisah bahwa untuk diturunkan ke dunia aku harus berada di suatu tempat yang bernama rahim untuk beberapa waktu yang cukup lama. Aku tak pernah mengerti mengapa untuk turun ke dunia begitu menyusahkan, menyusahkan diriku sendiri dan orang lain.
Sesungguhnya aku tak benar-benar meminta Tuhan untuk menurunkanku ke dunia karena aku sudah berada di sebuah tempat yang banyak orang menginginkannya. Tempat itu mereka sebut surga.

Sebelum aku benar-benar turun ke dunia aku sudah mendengar banyak cerita tentang duniamu. Kudengar duniamu penuh dengan orang-orang jahat, bisa kau bayangkan bagiamana aku bisa bertahan hidup di duniamu.
Dan ketika aku benar-benar turun ke dunia, kau pasti tahu apa yang kulakukan pertama kali, aku menangis. Aku menangis, sebagai wujud penolakanku turun ke duniamu, karena aku takut dengan duniamu. Tapi baru sejenak aku menangis ada seorang perempuan yang segera memelukku, menghangatkan tubuh kecilku yang lemah, pelan-pelan menenangkanku, dan samar-samar kulihat sebuah senyuman yang sangat bahagia dari perempuan itu, meskipun kulihat ia nampak kelelahan dengan keringat yang masih bercucuran di dahinya.
Selanjutnya perempuan yang tersenyum bahagia itu merawatku, entah siapa dia, aku belum mengenalnya. Dulu di surga aku biasa bernyanyi dan tertawa, tapi diduniamu yang masih kutakutkan ini, yang bisa kulakukan hanya menangis, dan menangis. Dan ketika aku menangis, perempuan itulah yang selalu senantiasa menenangkanku, bernyanyi untukku setiap hari, setiap waktu ketika aku menangis. Maafkan aku karena aku selalu menyusahkan, perempuan itu yang senantiasa merawatku dengan tulus, dengan kasih sayang yang hangat sehingga aku merasa tak takut lagi berada di duniamu.
Suatu hari aku ingin mengenal perempuan itu, yang membuatku bahagia, yang selalu melindungiku walaupun hal tersebut mengancam hidupnya. Tapi aku tak pernah mengerti bahasanya. Aku berulangkali mencoba berbicara dengannya, tapi yang keluar hanyalah sebuah tangis, atau tawa.
.
Kini.
Aku sudah tumbuh besar, perempuan itu merawat dan membesarkanku. Mengajariku berbicara bahasanya, berjalan, dan berlari. Ya, aku sangat senang sekali berlari. Walaupun terkadang aku masih menangis ketika terjatuh, tapi perempuan itu masih seperti dahulu, ia tak pernah bisa tahan melihatku menangis, ia selalu menenangkanku.
Kau tahu, aku menyukai perempuan itu. Aku menyukai cara ia tersenyum kepadaku, cara ia bernyanyi untukku, cara ia memelukku, dan banyak cara yang ia lakukan untuk membuatku bahagia di dunia ini. Aku  tahu, perempuan itu mencintaiku melebihi ia mencintai dirinya sendiri.
Suatu hari kudengar surga, tempatku berasal, berada di bawah telapak kakinya, dan aku mencoba menanyakannya kepada perempuan itu. Perempuan itu menggenggam tanganku, meletakkan telapak tanganku di dadaku kemudian tersenyum kepadaku. Perempuan itu bercerita kepadaku bahwa surgaku berada di dalam hatiku dan hanya Tuhan yang tahu. Lalu perempuan itu dengan sabar dan hati-hati mengajariku bagaimana cara bedoa, bagaimana cara aku berbicara dengan Tuhan, hal yang sangat aku rindukan sejak Tuhan menurunkan aku ke duniamu.
Aku sangat berterima kasih kepada perempuan yang tak kukenal itu, perempuan yang berhati malaikat itu, perempuan yang telah membesarkan dan mengajari banyak hal kepadaku dengan kesabaran dan kasih sayangnya yang tulus. Perempuan yang aku tak tahu bagaimana cara aku membalas semua kebaikannya. Perempuan yang lebih mencintaiku daripada mencintai dirinya sendiri.
Dan pada akhirnya aku mengenal perempuan itu.
Perempuan yang berhati malaikat itu bernama Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar